Perjuangan ke MK Berbuah Manis, SPA Bali Diakui Sebagai Layanan Kesehatan Tradisional

    Perjuangan ke MK Berbuah Manis, SPA Bali Diakui Sebagai Layanan Kesehatan Tradisional
    Para Pelaku Usaha Spa yang tergabung di Bali Spa Bersatu, Jum'at 03/01/2025

    DENPASAR – Bali mencetak sejarah baru bagi industri Spa setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan untuk mengeluarkan Spa dari kategori hiburan dalam Pasal 55 ayat 1 huruf I UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Keputusan ini dianggap sebagai tonggak penting dalam memperjuangkan keadilan bagi Spa yang merupakan bagian dari layanan kesehatan tradisional di Indonesia.

    Ketua Bali Spa Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra, menyampaikan rasa syukurnya atas keputusan MK ini.

    “Keputusan ini menjadi tonggak yang sangat penting dan bersejarah. Kami bersyukur perjuangan selama satu tahun ini tidak sia-sia. Spa yang dikaitkan dengan pengobatan tradisional kini tidak lagi masuk dalam kategori hiburan, ” ujarnya pada konfrensi pers, Jum’at (03/01/2025)

    MK menyatakan bahwa prase dan mandi uap/Spa yang berbasis pengobatan tradisional tidak termasuk dalam kategori hiburan. Dengan keputusan ini, pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengklasifikasikan Spa berdasarkan definisi yang jelas sesuai KBLI, yakni berakar pada tradisi, adat budaya, dan wellness.

    Ketut Jayeng Saputra (Ajik Jayeng) menambahkan, ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk membedakan Spa otentik dengan Spa yang tidak sesuai standar.

    “Dari sisi tempat, fasilitas, hingga customer, semua harus mencerminkan pelayanan kesehatan tradisional. Spa otentik biasanya memiliki 80% pelanggan perempuan, fasilitasnya tertutup, dan trapisnya bersertifikasi sesuai SKNNI, ” ungkapnya.

    Keputusan MK ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menciptakan industri spa yang lebih terstruktur dan diakui. Para pelaku industri berharap pemerintah daerah segera mengeluarkan regulasi yang jelas untuk mengklasifikasikan spa berdasarkan autentisitasnya.

    “Kami berharap asosiasi seperti ASPI dapat membantu merumuskan KBLI baru yang lebih sesuai. Semua stakeholder, termasuk pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha, harus berkolaborasi untuk menjaga marwah Spa Bali, ” ucap Jayeng Saputra.

    “Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pemerintah daerah Bali yang telah memberikan insentif fiskal selama masa uji materi ini. Dukungan tersebut sangat berarti bagi kami, sehingga selama proses ini beban pajak yang tinggi tidak sepenuhnya dirasakan oleh pelaku usaha spa, ” tambahnya.

    CEO Taman Air Spa Bali dan Dewan Penasehat DPD ASPI Bali, Debra Maria Rumpesak, menekankan bahwa meskipun ini merupakan kemenangan besar, pekerjaan rumah masih panjang.

    “Kita harus terus memperjuangkan eksistensi Spa Bali yang autentik. Pemerintah daerah dan stakeholder perlu bersama-sama membangun regulasi yang jelas untuk membedakan Spa otentik dengan Spa ilegal yang merusak citra, ” jelasnya.

    Debra juga menyoroti pentingnya sertifikasi dan verifikasi usaha spa. Dari 1.700 spa di Bali, hanya segelintir yang memenuhi standar regulasi. Seperti KBLI, NIB, sertifikasi usaha SPA, STPT Therapis dsb.

    “Ini menjadi PR besar bagi kita semua untuk memastikan semua Spa bisa memenuhi standar agar citra Spa Bali tetap terjaga, ” tambahnya.

    Ia juga menambahkan bahwa regulasi harus mampu membedakan Spa otentik dari Spa ilegal yang merusak citra.

    “Spa Bali telah menjadi trademark global. Jika kita tidak menjaga kualitas, negara-negara lain seperti Vietnam dan Thailand bisa mengambil alih posisi kita sebagai destinasi wellness terbaik, ” tegasnya.

    Jero Ratni, pengusaha perempuan dari Pasraman Bali Eling Spirit, Ubud, mengingatkan bahwa meskipun keputusan ini membawa harapan, tantangan di lapangan masih besar.

    “Selama ini kami bahkan sempat takut menggunakan kata ‘Spa’ karena stigma negatif yang melekat. Tetapi, keputusan MK ini memberikan kesempatan untuk membangun kembali kepercayaan internasional terhadap Spa Bali, ” ungkapnya.

    Selain itu, dirinya menyoroti banyaknya Spa di Bali yang masih beroperasi tanpa izin yang jelas, hal ini berdampak menciptakan stigma negatif terhadap industri secara keseluruhan.

    “Ini adalah momentum bagi semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan pelaku usaha, untuk bersatu memperbaiki citra Spa Bali, ” tambahnya.

    Sementara itu, tokoh perintis usaha Spa tradisional di Bali, Shri Bhagawan Sriprada Bhaskara, mengingatkan bahwa Spa Bali memiliki akar budaya yang mendalam.

    “Spa Bali berasal dari istilah lokal seperti sui, pani, amerta, yang menggambarkan penggunaan tirta (air suci) untuk kesehatan. Ini bukan hanya tentang pariwisata, tetapi juga tradisi, budaya, dan spiritualitas, ” jelasnya.

    Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan akademisi dan institusi pendidikan seperti UNHI dan IHDN untuk mengembangkan standar kesehatan tradisional yang berbasis budaya.

    “Spa Bali harus dijaga keasliannya agar tetap menjadi ikon internasional, ” ujarnya.

    Keputusan MK ini memberikan harapan baru bagi industri Spa di Bali untuk melanjutkan perjalanan mereka sebagai bagian integral dari pariwisata dan kesehatan Indonesia. Dengan regulasi yang tepat dan kolaborasi semua pihak, Spa Bali dapat terus menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia. (Tim-13)

    Mariza

    Mariza

    Artikel Sebelumnya

    Dampak Kerusakan Abrasi Pantai Kusamba Makin...

    Artikel Berikutnya

    Rektor dan Segenap Civitas Akademika Universitas...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Babinsa Koramil Banjarangkan Kawal Khidmat Upacara Melasti Paibon Cemeng
    Babinsa Koramil Banjarangkan Ajak Petani Bersihkan Saluran Air
    Hendri Kampai: Bahaya Kepemimpinan Dinasti Tanpa Kompetensi Terhadap Bangsa dan Negara
    Hendri Kampai: Mahalnya Biaya Kuliah dan Strategi Menghilangkan Kelas Menengah

    Ikuti Kami